Ia menegaskan bahwa pemotongan tersebut merupakan akibat langsung dari pergeseran anggaran Rp30 miliar yang sebelumnya telah dikhususkan untuk pembangunan gedung rawat inap, namun justru dialihkan ke proyek-proyek penataan kota yang minim urgensi.
Dilansir dari Jangka Bima, Rabbi mengungkap bahwa dana sebesar Rp 30 miliar itu sudah disahkan dalam APBD 2025 sebagai anggaran prioritas sektor kesehatan untuk menghadirkan layanan rawat inap yang lebih layak bagi masyarakat.
Namun, tanpa komunikasi dan tanpa sepengetahuan DPRD, eksekutif justru menggeser anggaran itu ke proyek renovasi Lapangan Serasuba, penataan taman di sepanjang Jalan Soekarno–Hatta, hingga pengadaan lampu taman.
Anggaran Rp30 miliar untuk rawat inap itu sudah dipatok sejak tahun lalu. Tapi eksekutif malah mengalihkannya sepihak ke proyek taman dan penataan kota yang tidak mendesak. DPRD tidak pernah dilibatkan. Sekarang uang itu seolah hilang dan PNS–PPPK yang dikorbankan melalui pemotongan TPP,” tegas Abdul Rabbi.
Ia menilai keputusan menggeser anggaran kesehatan ke proyek estetika kota merupakan kesalahan fatal dalam menentukan prioritas daerah, terlebih ketika fasilitas pelayanan kesehatan masih sangat dibutuhkan masyarakat.
Rabbi juga menekankan bahwa pemotongan TPP merupakan bentuk pengalihan beban kepada aparatur untuk menutupi kekurangan anggaran akibat pergeseran tersebut.
Kesalahan manajemen anggaran jangan dibayar oleh aparatur. PNS dan PPPK bekerja melayani rakyat, tapi justru mereka yang harus menanggung akibat kesalahan pemerintah dalam mengatur anggaran,” kritiknya.
Menurutnya, proyek penataan taman, renovasi lapangan, hingga pengadaan lampu taman bukan merupakan kebutuhan mendesak dan tidak seharusnya mengorbankan sektor kesehatan dan kesejahteraan aparatur.
Ia memperingatkan bahwa pemotongan TPP akan berdampak pada turunnya motivasi kerja ASN, yang berujung pada menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Kalau hak aparatur dipangkas demi menutup lubang anggaran akibat program yang salah arah, tentu semangat kerja akan drop. Ujungnya masyarakat yang rugi,” tambahnya.
Fraksi Merah Putih menegaskan penolakan penuh terhadap kebijakan pemotongan TPP dan meminta Pemkot Bima mengembalikan prioritas anggaran sebagaimana mestinya.
Anggaran rawat inap itu harus dikembalikan. Pemerintah harus bertanggung jawab dan mengevaluasi total penggunaan anggaran yang digeser ke proyek-proyek yang tidak prioritas,” seru Rabbi.
Ia menutup dengan desakan agar Pemkot segera menghentikan pemotongan TPP, mengaudit penggunaan anggaran yang telah digeser, serta memastikan kebijakan ke depan sejalan dengan kebutuhan dasar masyarakat.
Kesehatan adalah kewajiban pemerintah. Jangan sampai rakyat terus jadi korban karena anggaran dialihkan ke proyek yang tidak urgent. PNS dan PPPK jangan dijadikan tumbal dari salah kelola anggaran,” tutupnya. (Tim)
Post A Comment:
0 comments: